Skip to main content

Jawab Pertanyaan Ini Sebelum Investasi Saham

Anda tertarik untuk memulai investasi saham? Sebelum anda mengambil langkah lebih lanjut, ada baiknya anda jawab dulu pertanyaan berikut:

Apakah anda sudah punya rumah?

Lho? anda bertanya dalam hati. Gak salah tuh? Saya kan mau investasi saham, bukan properti. Kok malah ditanya sudah punya rumah atau belum?

Mungkin anda merasa tidak ada hubungan antara investasi saham dengan memiliki rumah/tempat tinggal sendiri. Tapi Peter Lynch di buku One Up on Wall Street menyatakan bahwa pertanyaan tersebut adalah hal pertama yang harus anda jawab sebelum anda memutuskan untuk mulai investasi saham. (Silahkan baca pos "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I).")

Mengapa begitu? Apa sebenarnya hubungan memiliki rumah sendiri dengan investasi saham?

Memang tidak ada hubungan langsung. Tapi menjawab pertanyaan di atas akan menuntun anda menentukan prioritas yang benar.

Artinya?

Artinya: sebelum anda berinvetasi saham, anda harus terlebih dahulu mencukupi kebutuhan primer anda.

Kok gitu?

Mari kita bahas bersama.

Anda masih ingat 3 kebutuhan primer manusia?

Betul: pangan, sandang, papan.

Nah, kalau sampai anda berpikiran mau investasi saham, saya berasumsi bahwa anda sudah makan cukup dan sudah berpakaian layak. Dengan kata lain, kebutuhan pangan dan sandang anda sudah terpenuhi.

Tapi bagaimana dengan kebutuhan papan alias rumah tinggal? Saya yakin saat ini anda sudah punya tempat tinggal. Tapi mungkin saja tempat tinggal itu bukan milik anda sendiri. Mungkin anda tinggal di rumah orang tua atau di rumah saudara. Bisa juga anda tinggal di rumah sewa atau kontrakan atau kos.

Dengan kondisi seperti itu dan kalau anda punya tabungan, mana yang harus didahulukan: beli rumah atau investasi saham? 

Menurut saya, jawaban pertanyaan ini sangat jelas: beli rumah.

(Catatan: "beli rumah" yang saya maksud tidak harus berarti membeli rumah secara kontan. "Beli rumah" yang saya maksud termasuk membeli rumah dengan mencicil atau KPR.)

Mengapa?

Anda butuh rumah untuk berteduh, bersantai, beristirahat, membina keluarga. Dengan memiliki rumah sendiri anda tidak perlu lagi bayar sewa. Lagipula, harga rumah kemungkinan besar akan naik karena inflasi dan karena makin berkurangnya lahan.

Coba anda bandingkan dengan saham.

Saham tidak bisa anda pakai untuk berteduh, bersantai, beristirahat, membina keluarga. Saham juga tidak bisa anda gunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani apapun (secara langsung).

Dengan kata lain, anda tidak perlu investasi saham untuk bisa hidup nyaman tapi anda perlu rumah milik sendiri untuk bisa hidup nyaman.

Nah, satu-satunya alasan anda investasi saham adalah untuk mencari untung. Laba. Profit. Tapi berapa besar kemungkinan anda (seorang pemula) mendulang untung dari saham? Kecil, sangat kecil. (Silahkan baca pos "Main Saham Cepat Kaya?") Malahan, jauh lebih besar kemungkinan anda rugi. Dan kalau rugi, kerugiannya bisa amat sangat besar. Uang Rp 1 Milyar yang anda belikan saham bisa saja tersisa hanya Rp 10 juta.

Berbeda dengan rumah. Anda membeli rumah untuk tempat tinggal, untuk berteduh, bersantai, istirahat, membina keluarga. Tapi pada saat yang bersamaan, harga rumah kemungkinan besar akan naik. Kalaupun tidak naik, tidak masalah. Toh rumah tersebut anda gunakan untuk kebutuhan jasmani anda. Yang tidak kalah penting, rumah yang anda beli seharga Rp 1 Milyar hampir tidak mungkin harganya turun menjadi Rp 10 juta.

Nah, perlu saya perjelas di sini bahwa saya TIDAK menyarankan anda untuk investasi properti. Saya bukan pakar properti dan tidak kompeten memberi saran tentang investasi properti. Yang saya sarankan adalah anda memenuhi kebutuhan primer/utama dulu sebelum berpikir untuk investasi saham. Karena rumah adalah salah satu kebutuhan utamakalau anda belum punya SATU rumah milik sendirisebaiknya anda dahulukan beli rumah dan tunda niat anda investasi saham.

Tapi, protes anda, saya cuma punya uang Rp 1 juta. Bagaimana bisa beli rumah dengan uang segini? Apakah tidak sebaiknya saya lipat-ratuskan uang Rp 1 juta tersebut supaya saya bisa bayar down-payment (dp) membeli rumah?

Protes anda masuk akal.

Kalau anda belum punya rumah dan ingin mencoba main saham dengan modal Rp 1 juta, saya rasa tidak ada salahnya anda coba untuk menghapus rasa penasaran anda.

Ada 3 alasan mengapa saya menyatakan begitu.

Pertama, anda benar bahwa uang Rp 1 juta (kemungkinan) tidak cukup untuk membayar uang-muka/down-payment membeli rumah.

Kedua, kalaupun anda rugi Rp 1 juta (alias rugi 100%), kerugian ini secara Rupiah relatif kecil. Artinyadengan asumsi Upah Minimum Regional sekitar Rp 2 jutaanda hanya perlu bekerja setengah bulan untuk mencari ganti kerugian ini.

Ketiga, kalau akhirnya anda sadar bahwa tidak mudah melipatratuskan uang anda dengan main saham, besar kemungkinan anda akan memprioritaskan membeli rumah dulu.

Nah, anjuran beli rumah dulu sebelum investasi saham lebih relevan kepada anda yang sudah menabung bertahun-tahun untuk membeli rumah. Jadi kalau anda sudah menabung puluhan atau ratusan juta rupiah untuk uang-muka KPR rumah, jangan berganti haluan dan menggunakan uang tersebut untuk investasi saham.

Ingat: Beli rumah dulu. Kalau sudah punya rumah sendiri, barulah pertimbangkan investasi saham.








Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini 2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

    Comments

    Popular posts from this blog

    Arti Istilah Earning Per Share (EPS)

    Earning Per Share, biasanya disingkat EPS, artinya adalah Laba (Bersih) Per Saham. Nah, mengapa anda perlu tahu Laba Per Saham ? Andaikan anda tahu bahwa Laba keseluruhan P.T. Ciputra Development (CTRA), misalnya, Rp 200 milyar, tidakkah informasi tersebut sudah cukup? Tidak. Tidak cukup. Untuk memahami mengapa tidak cukup hanya mengetahui Laba Total perusahaan, mari kita lihat ilustrasi berikut: Ketika sedang mengendari motor menuju rumah, Roseta melihat sebuah truk penuh durian sedang berhenti di pinggir jalan. Harum sekali aromanya. Sebagai seorang pecinta berat durian, Roseta tidak henti-hentinya menghirup dalam-dalam semerbak buah berduri tersebut. Ia meminggirkan motornya dan menyapa si bapak pengemudi truk yang sedang duduk santai mengisap rokok. "Pak, duriannya dijual gak?" tanya Roseta. "Iya, neng. Dijual." jawab si bapak. "Satu harganya berapa, Pak?" tanya Roseta lebih lanjut. "Satu truk penuh, saya mau jual Rp 5 juta," jawab si

    Cara Menghitung Harga Teoritis Ex Saham Bonus

    Di pos "Mengapa 'Saham Bonus' Bukan Bonus" saya menyatakan bahwa setelah Ex Saham Bonus, harga saham harus diSESUAIkan � karena jumlah saham bertambah dengan adanya saham bonus � agar NILAI RUPIAH saham tersebut tetap sama sebelum dan sesudah Ex Saham Bonus. Nah, di pos ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung harga saham yang telah disesuaikan ini. Dengan kata lain, kita akan mempelajari cara menghitung harga Close teoritis setelah Ex Saham Bonus. Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat contoh kasus saham bonus PT. Indospring (INDS) berikut: Nama saham: INDS   Rasio Saham Bonus: 4 saham lama mendapat 1 saham baru   Cum Saham Bonus: 02 Juli 2014 Ex Saham Bonus: 03 Juli 2014 Harga Close INDS pada Cum Saham Bonus: Rp 2.905.   Pertanyaannya: berapakah harga teoritis Close INDS saat Ex Saham Bonus?  Untuk menghitung harga teoritis Ex Saham Bonus, hal pertama yang harus anda perhatikan adalah RASIO saham lama dan saham baru. Pada kasus INDS, rasio saham la

    Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

    Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4." (Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1." ) Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open: Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) Open Di Prv Price (Open = Prv Price) Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price) Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.   Mari kita teliti satu per satu. 1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)   Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.   a.  Close > Open (> Prv Price)   Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. Pad