Skip to main content

Dampak Perubahan Satuan Lot & Fraksi Harga Saham (Bagian 1)

Mulai tanggal 06 Januari 2014, Bursa Efek Indonesia merubah satuan perdagangan (lot) dan fraksi harga saham. Satu lot yang sebelumnya 500 lembar saham berubah menjadi 100 lembar. Fraksi harga yang sebelumnya terbagi dalam 5 kelompok harga (dan 5 fraksi harga) berubah menjadi hanya 3 kelompok harga (dan 3 fraksi harga). Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perubahan Satuan Perdagangan (Lot Size) dan Fraksi Harga BEI Efektif 6 Januari 2014

Otoritas bursa merubah satuan lot dan fraksi harga dengan maksud meningkatkan aktivitas transaksi saham. Apa gunanya meningkatkan aktivitas transaksi saham? Apakah ada untungnya untuk bursa? Tentu saja ada: dengan semakin ramainya transaksi saham, semakin besar pula pemasukan yang diterima Bursa Efek Indonesia.

Tapi, pertanyaan yang lebih penting adalah: apakah ada untungnya untuk anda dan saya? Dengan kata lain: apa dan bagaimana dampak perubahan ini bagi pemain saham?

Mari kita bahas.


Perubahan Satuan Lot


Dengan merubah 1 lot dari 500 lembar saham menjadi 100 lembar, otoritas bursa membuka jalan bagi pemain saham bermodal kecil  untuk bertransaksi saham-saham yang harga Rupiahnya tinggi.

Apa artinya?

Anda mungkin sudah tahu bahwa transaksi di pasar regular Bursa Efek Indonesia minimum harus 1 lot. (Anda belum tahu? Silahkan baca pos "Arti Istilah 'Lot' dan 'Odd Lot' di Bursa Efek Indonesia.")

Transaksi minimum 1 lot ini berarti dengan peraturan lama pemain saham harus membeli dalam kelipatan 500 lembar saham, sedangkan dengan peraturan baru pemain saham harus membeli dalam kelipatan 100 lembar. Artinya, investor yang dulunya harus membeli minimum 500 lembar saham sekaligus, sekarang boleh membeli 100, 200, 300, 400, atau 500 lembar saham.

Mari kita lihat contoh berikut:

Misalkan Zaskia ingin membeli saham Bank Mandiri (BMRI) yang harganya Rp 8.000. Sebelum perubahan, untuk membeli 1 lot (500 lembar) saham BMRI Zaskia harus menyediakan dana:

500 lembar x Rp 8.000/lembar = Rp 4.000.000 (empat juta rupiah)

Jadi, dengan satuan lot lama, kalau Zaskia punya modal hanya Rp 1 juta, ia tidak bisa membeli saham BMRI.


Bagaimana dengan aturan baru?

Dengan aturan lot yang baru (1 lot = 100 lembar), Zaskia perlu menyediakan dana:

100 lembar x Rp 8.000/lembar = Rp. 800.000 (delapan ratus ribu rupiah)

Jadi, dengan satuan lot baru, kalau Zaskia punya modal hanya Rp 1 juta, ia bisa membeli 1 lot saham BMRI.


Kesimpulannya: Memberi peluang kepada pemain saham bermodal kecil untuk bisa ikut membeli saham mahal (harga Rupiahnya tinggi) adalah tindakan yang memihak investor bermodal kecil. Untuk hal ini, saya mengacungkan jempol pada otoritas bursa.

(Catatan: membuka PELUANG lebih mudah bagi anda untuk bertransaksi saham TIDAK BERARTI anda HARUS ikut. Yang penting adalah: kalau anda mau ikut, bisa.)


Tapi bagaimana dengan investor bermodal besar? Apakah peraturan ini merugikan mereka?

Menurut saya, tidak.

Investor yang dulunya sanggup membeli minimum 500 lembar saham (dan kelipatannya) tetap bisa membeli dalam kelipatan 500 lembar, kalau itu yang ia mau.

Jadi, dari segi pemain saham kelas teri maupun kelas kakap, perubahan satuan lot hampir tidak ada efek negatinya.

Tambahan lagi, dengan perubahan lot ini, ukuran ODD LOT (Silahkan baca pos "Arti Istilah Lot dan Odd Lot di Bursa Saham Indonesia") berubah dari 499 lembar ke bawah menjadi 99 lembar ke bawah. Artinya, kalau dulu anda punya 428 lembar saham, anda tidak bisa menjual saham tersebut. Dengan satuan lot baru, anda bisa menjual 4 lot (400 lembar) dan menyisakan 28 lembar ODD LOT. 


Dampak Jangka Pendek

Hampir tidak ada efek negatifnya tidak berarti tidak ada efek negatif sama sekali.

Setelah 2 minggu bertransaksi dengan aturan lot baru, saya merasakan faktor psikologis perubahan satuan lot mempengaruhi transaksi saya.

Ada baiknya saya jelaskan dengan contoh.

Misalkan saya biasanya membeli saham dalam kelipatan nilai Rp 10 juta. Dengan aturan lot lama, kalau saya mau membeli saham berharga Rp 1.000 dengan nilai pembelian Rp 10 juta, berarti saya harus membeli 20 lot (10.000 lembar x Rp 1.000 = Rp 10 juta).

Dengan aturan lot baru, untuk membeli nilai yang sama ini (Rp 10 juta), saya harus membeli 100 lot (tetap sama 10.000 lembar).

Di atas kertas memang tidak ada yang berbeda. Tapi untuk individu yang sudah belasan tahun secara otomatis menyamakan Rp 10 juta dengan 20 lot saham @Rp 1.000, kondisi baru yang mengharuskan membeli 100 lotwalaupun nilai Rupiahnya samamembuat saya merasa SEAKAN-AKAN saya membeli saham 5 kali lebih banyak dari biasanya.

Karena secara refleks merasa "kok belinya banyak banget ya", secara refleks juga saya MENGECILKAN jumlah lot yang hendak saya beli. Alhasil, tranksaksi beli menjadi lebih kecil dari yang biasanya Rp 10 juta. 

Nah, saya rasa apa yang saya alami juga dirasakan pemain saham-pemain saham lain. Tidak heran kalau pada awal perubahan ini, nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia bukannya meningkat tapi malahan merosot karena pemain saham belum terbiasa membeli saham dalam jumlah lot 5 kali lebih banyak dari biasanya.

Tapi menurut saya, ini hanyalah dampak jangka pendek. Dengan berjalannya waktu, semua pemain saham akan beradaptasi dengan lot yang identik dengan 100 lembar saham.

Bagaimana dengan perubahan fraksi harga saham? Silahkan lanjut baca ke pos "Dampak Perubahan Lot & Fraksi Harga Saham (Bagian 2)."








Pos-pos yang berhubungan:
 [Pos ini 2014 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

    Comments

    Popular posts from this blog

    Arti Istilah Earning Per Share (EPS)

    Earning Per Share, biasanya disingkat EPS, artinya adalah Laba (Bersih) Per Saham. Nah, mengapa anda perlu tahu Laba Per Saham ? Andaikan anda tahu bahwa Laba keseluruhan P.T. Ciputra Development (CTRA), misalnya, Rp 200 milyar, tidakkah informasi tersebut sudah cukup? Tidak. Tidak cukup. Untuk memahami mengapa tidak cukup hanya mengetahui Laba Total perusahaan, mari kita lihat ilustrasi berikut: Ketika sedang mengendari motor menuju rumah, Roseta melihat sebuah truk penuh durian sedang berhenti di pinggir jalan. Harum sekali aromanya. Sebagai seorang pecinta berat durian, Roseta tidak henti-hentinya menghirup dalam-dalam semerbak buah berduri tersebut. Ia meminggirkan motornya dan menyapa si bapak pengemudi truk yang sedang duduk santai mengisap rokok. "Pak, duriannya dijual gak?" tanya Roseta. "Iya, neng. Dijual." jawab si bapak. "Satu harganya berapa, Pak?" tanya Roseta lebih lanjut. "Satu truk penuh, saya mau jual Rp 5 juta," jawab si

    Cara Menghitung Harga Teoritis Ex Saham Bonus

    Di pos "Mengapa 'Saham Bonus' Bukan Bonus" saya menyatakan bahwa setelah Ex Saham Bonus, harga saham harus diSESUAIkan � karena jumlah saham bertambah dengan adanya saham bonus � agar NILAI RUPIAH saham tersebut tetap sama sebelum dan sesudah Ex Saham Bonus. Nah, di pos ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung harga saham yang telah disesuaikan ini. Dengan kata lain, kita akan mempelajari cara menghitung harga Close teoritis setelah Ex Saham Bonus. Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat contoh kasus saham bonus PT. Indospring (INDS) berikut: Nama saham: INDS   Rasio Saham Bonus: 4 saham lama mendapat 1 saham baru   Cum Saham Bonus: 02 Juli 2014 Ex Saham Bonus: 03 Juli 2014 Harga Close INDS pada Cum Saham Bonus: Rp 2.905.   Pertanyaannya: berapakah harga teoritis Close INDS saat Ex Saham Bonus?  Untuk menghitung harga teoritis Ex Saham Bonus, hal pertama yang harus anda perhatikan adalah RASIO saham lama dan saham baru. Pada kasus INDS, rasio saham la

    Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

    Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4." (Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1." ) Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open: Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) Open Di Prv Price (Open = Prv Price) Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price) Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.   Mari kita teliti satu per satu. 1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)   Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.   a.  Close > Open (> Prv Price)   Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. Pad