Skip to main content

Support & Resistance Saham: Arti, Definisi, Makna, Karakteristik (Bagian 3)

Pos ini adalah lanjutan dari pos "Support & Resistance: Arti, Definisi, Makna, Karakteristik (Bagian 2)."

Untuk membaca seri ini dari awal, silahkan klik di sini "Support & Resistance: Arti, Definisi, Makna, Karakteristik (Bagian 1)."

 
Dari pos sebelumnya anda sudah sudah tahu makna Support & Resistance bagi pemain saham. Sekarang tiba saatnya kita membahas karakteristik Support & Resistance.


Karakteristik Support & Resistance

Ada 3 karakteristik Support & Resistance yang penting anda ketahui:


1. Support & Resistance tergantung pada indikator* yang anda pakai.

Apa arti dari pernyataan ini?

Artinya, titik Support & Resistance menurut indikator yang satu akan berbeda dengan titik Support & Resistance menurut indikator yg lain.

Dengan kata lain, titik Support & Resistance menurut garis Trend akan berbeda dengan titik Support & Resistance menurut Moving Average, berbeda dengan titik Support & Resistance menurut Parabolic SAR, berbeda dengan titik Support & Resistance menurut titik Fibonacci Ratio, berbeda juga dengan titik Support & Resistance menurut Pivot Point. Dan seterusnya.

Karena beraneka-ragamnya indikator Analisa Teknikal, dan karena masing-masing pemain saham kemungkinan besar memakai indikator yang berbeda, ini berarti pula bahwa�untuk saham PGAS, misalnyatitik Support & Resistance menurut anda kemungkinan besar berbeda dengan titik Support & Resistance menurut saya, berbeda pula dengan titik Support & Resistance menurut analis dari perusahaan broker anda.

[* Catatan: yang saya maksud "indikator" di sini mencakup tidak hanya indikator Analisa Teknikal pada umumnya tapi juga termasuk price-action (gerak harga), tampilan grafik, skala grafik, dan lain-lain.] 



2. Support & Resistance tergantung bingkai waktu grafik yang anda pilih.

Grafik/chart yang paling umum dipakai pemain saham (Indonesia) adalah grafik harian (daily chart). Perlu anda ketahui bahwa selain grafik harian, ada juga grafik dalam bingkai waktu lebih panjang (grafik mingguan/Weekly chart, grafik bulanan/Monthly chart), dan grafik dalam bingkai waktu lebih pendek (misalnya grafik 60-menit/60-minute chart).

Nah, titik Support & Resistance di bingkai waktu (time frame) yang satu akan berbeda dengan titik Support & Resistance di bingkai waktu yang lain.

Artinya, titik Support & Resistance di Daily Chart akan berbeda dengan titik Support & Resistance di Weekly Chart, akan berbeda pula dengan titik Support & Resistance di Monthly Chart, akan berbeda pula dengan titik Support & Resistance di 60-minutes chart.

(Tentang apa manfaat melihat grafik dengan bingkai waktu berbeda akan saya bahas di pos tersendiri di masa depan.)

Apa pengaruh bingkai waktu pada Support & Resistance?

Pada umumnya, semakin pendek bingkai waktu yang anda pilih, makin sempit rentang antara Support & Resistance. Contoh: kalau misalkan Support & Resistance jangka pendek KIJA adalah 220 & 235 (rentang Rp 15), Support & Resistance jangka lebih panjangnya bisa jadi adalah 200 dan 260 (rentang Rp 60).



3. Resistance yang  tertembus secara meyakinkan akan beralih peran menjadi Support; Support yang tertembus secara meyakinkan akan beralih peran menjadi Resistance.

John J. Murphy di buku Technical Analysis of the Financial Market menyatakan bahwa peralihan peran ini adalah aspek yang sangat menarik tapi tidak banyak diketahui orang.

(Mungkin pada waktu John J. Murphy pertama kali menulis tentang hal ini, karakteristik ini belum diketahui banyak orang. Tapi untuk sekarang ini, karakteristik ini wajib dipahami semua analis teknikal.)

Bagaimana Resistance beralih peran menjadi Support? Bagaimana Support beralih peran menjadi Resistance? Sebelum saya menjelaskan hal ini lebih detil, silahkan anda perhatikan dulu Figure 3 dan Figure 4 di bawah ini.


Figure 3. Resistance Berubah Menjadi Support [Source: Technical Analysis of The Financial Market, p.62]

Figure 4. Support Berubah Menjadi Resistance [Source: Technical Analysis of The Financial Market, p.62]

Mengapa Resistance bisa beralih peran menjadi Support?

Akan lebih mudah dimengerti kalau saya jelaskan dengan ilustrasi.

Misalkan sudah beberapa kali anda perhatikan bahwa kalau saham WSKT (Waskita Karya) yang anda miliki naik ke harga 600, setelah itu ia berbalik turun. Hal ini anda artikan bahwa Resistance WSKT ada di harga 600.

Nah, ketika WSKT naik lagi ke harga 600, anda memasang Offer jual di 600. Setelah laku, dasar lagi apes, kali ini WSKT tidak berbalik turun tapi malah terus naik.

605, 610, 615, 620, 625, 630.

"Saham sialan," umpat anda ke monitor komputer. "Begitu gue jual, dia langsung naik. Nanti kalau turun ke 600, gue beli lagi deh."

Keesokan hari WSKT benar turun: 625, 620, 615, 610, 605.

Anda lekas-lekas memasang order beli (Bid) di 600. Tapi masalahnya, bukan cuma anda yang berpikiran seperti itu. Pemain saham lain yang belum sempat membeli WSKT juga berniat membeli di 600 dan memasukkan order Bid 600. Alhasil, volume Bid di 600 menjadi sangat tebal.

Anda menunggu sambil berdoa agar order beli anda lekas "match" (terlaksana). Celakanya, sebagian pemain saham lain tidak sabar menunggu. Mereka bersedia membeli lebih mahal sedikit dan mulai membeli di harga 605. Karena aksi beli ini, pemain saham lainnya ikut-ikutan memborong saham ke atas. WSKT bergerak naik lagi: 605, 610, 615, 620, 625, 630.

Dari ilustrasi ini anda bisa melihat bahwa Resistance WSKT di 600 sekarang beralih peran menjadi Support.


Bagaimana dengan kebalikannya: mengapa Support bisa beralih peran menjadi Resistance?

Misalkan juga sudah beberapa kali anda perhatikan bahwa kalau saham BSDE turun sampai ke Rp 1000, setelah itu ia berbalik naik. Hal ini anda artikan bahwa Support BSDE ada di harga 1000.

Nah, ketika BSDE turun lagi ke 1000, anda memasang order beli di 1000. Banyak juga pemain saham lain yang memasang order Bid di 1000 karena�kalau tebakan anda dan mereka benar�BSDE seharusnya berbalik naik setelah menyentuh harga 1000.

Beberapa menit kemudian order beli anda "match" (terlaksana). Tapi lagi-lagi masih apes, kali ini BSDE tidak berbalik naik tapi melanjutkan turunnya.

990, 980, 970, 960, 950.

Anda kecewa berat karena kondisi anda sekarang rugi.

Tapi, keesokan harinya, BSDE merangkak naik. 960, 970, 980, 990.

"Nah, kalau BSDE naik ke 1000," pikir anda,"akan gue jual saham tolol itu. Rugi fee biarin dah, daripada rugi lebih banyak lagi."

Berdasarkan niat tersebut, Anda memasang jual (Offer) di 1000. Masalahnya, bukan cuma anda yang berpikir seperti itu; pemain saham lain yang membeli BSDE di 1000 juga berpikiran sama: mereka juga memasang Offer jual di 1000. Alhasil volume Offer di 1000 sangat tebal.

Anda menunggu sambil berdoa agar BSDE anda lekas laku. Celakanya, sebagian pemain saham lain tidak sabar menunggu. Mereka bersedia rugi sedikit dan mulai menjual di harga 990. Karena aksi jual ini, pemain saham lainnya ikut-ikutan menjual ke bawah. BSDE bergerak turun lagi: 990, 980, 970...930.

Dari ilustrasi di atas, anda bisa lihat bahwa Support BSDE di 1000, sekarang beralih peran menjadi Resistance.

Nah, sekarang anda sudah tahu bahwa Resistance yang  tertembus secara meyakinkan akan beralih peran menjadi Support dan Support yang tertembus secara meyakinkan akan beralih peran menjadi Resistance. Tapi hal yang lebih penting anda pahami adalah implikasi/pengaruh karakteristik ini bagi anda sebagai pemain saham.

Apa pengaruh karakteristik ini bagi pemain saham? Silahkan lanjut baca ke pos "Support & Resistance Saham: Arti, Definisi, Makna, Karakterstik (Bagian 4)." [Belum terbit. Mohon berkunjung kembali.]






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini 2014 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

    Comments

    Popular posts from this blog

    Arti Istilah Earning Per Share (EPS)

    Earning Per Share, biasanya disingkat EPS, artinya adalah Laba (Bersih) Per Saham. Nah, mengapa anda perlu tahu Laba Per Saham ? Andaikan anda tahu bahwa Laba keseluruhan P.T. Ciputra Development (CTRA), misalnya, Rp 200 milyar, tidakkah informasi tersebut sudah cukup? Tidak. Tidak cukup. Untuk memahami mengapa tidak cukup hanya mengetahui Laba Total perusahaan, mari kita lihat ilustrasi berikut: Ketika sedang mengendari motor menuju rumah, Roseta melihat sebuah truk penuh durian sedang berhenti di pinggir jalan. Harum sekali aromanya. Sebagai seorang pecinta berat durian, Roseta tidak henti-hentinya menghirup dalam-dalam semerbak buah berduri tersebut. Ia meminggirkan motornya dan menyapa si bapak pengemudi truk yang sedang duduk santai mengisap rokok. "Pak, duriannya dijual gak?" tanya Roseta. "Iya, neng. Dijual." jawab si bapak. "Satu harganya berapa, Pak?" tanya Roseta lebih lanjut. "Satu truk penuh, saya mau jual Rp 5 juta," jawab si

    Cara Menghitung Harga Teoritis Ex Saham Bonus

    Di pos "Mengapa 'Saham Bonus' Bukan Bonus" saya menyatakan bahwa setelah Ex Saham Bonus, harga saham harus diSESUAIkan � karena jumlah saham bertambah dengan adanya saham bonus � agar NILAI RUPIAH saham tersebut tetap sama sebelum dan sesudah Ex Saham Bonus. Nah, di pos ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung harga saham yang telah disesuaikan ini. Dengan kata lain, kita akan mempelajari cara menghitung harga Close teoritis setelah Ex Saham Bonus. Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat contoh kasus saham bonus PT. Indospring (INDS) berikut: Nama saham: INDS   Rasio Saham Bonus: 4 saham lama mendapat 1 saham baru   Cum Saham Bonus: 02 Juli 2014 Ex Saham Bonus: 03 Juli 2014 Harga Close INDS pada Cum Saham Bonus: Rp 2.905.   Pertanyaannya: berapakah harga teoritis Close INDS saat Ex Saham Bonus?  Untuk menghitung harga teoritis Ex Saham Bonus, hal pertama yang harus anda perhatikan adalah RASIO saham lama dan saham baru. Pada kasus INDS, rasio saham la

    Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

    Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4." (Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1." ) Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open: Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) Open Di Prv Price (Open = Prv Price) Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price) Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.   Mari kita teliti satu per satu. 1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)   Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.   a.  Close > Open (> Prv Price)   Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. Pad