Skip to main content

Bijaksanakah Membeli/Menjual Saham Hanya Berdasarkan Bid/Offer?

Menjelang pemilihan caleg (atau calon bupati atau calon gubernur atau calon presiden atau calon-calon lainnya) anda mungkin melihat baliho-baliho pas foto raksasa caleg disertai pesan seperti ini: "Mohon doa restu. Coblos Akil Modar, nomor urut 4 dari PSK (Partai Suka Korupsi)."

Selain baliho, para calon juga menempel poster di tembok, pagar, tiang listrik.

"Pilih saya," kata poster yang satu, "Jujur menjalankan amanat rakyat."

"Anti-korupsi," kata poster yang lain tidak mau kalah gombal. "Pilihlah saya."

Pertanyaan saya: Ketika tiba saatnya anda untuk memilih, apakah anda memilih berdasarkan janji surga, slogan gombal, pepesan kosong di baliho atau poster si caleg?

"Tentu tidak," jawab anda. "Hanya orang bodoh saja yang percaya pada kata-kata bohong seperti itu."

"Kalau anda tidak memilih berdasarkan baliho dan poster," tanya saya, "bagaimana cara anda menentukan pilihan?"

"Saya memilih berdasarkan track-record dan prestasi masa lalu si calon," jawab anda. "Kalau ia seorang incumbent (petahana), saya akan lihat apakah ia merealisasikan janji-janjinya pada pemilu sebelumnya. Kalau ia belum pernah menjabat, saya akan coba melihat track-record dan prestasi di pekerjaan terdahulunya."

100% setuju.

Anda memilih TIDAK berdasarkan iklan, janji, slogan yang digembuskan si caleg. Anda memilih berdasarkan hasil nyata, berdasarkan fakta dan bukti.

Amat sangat bijaksana.

"Tapi," tanya anda, "apa hubungan pemilihan caleg dengan pos ini yang berjudul Bijaksanakah Membeli/Menjual Saham Berdasarkan Bid/Offer?"

Sudah saya tunggu-tunggu pertanyaan ini.

Hubungannya adalah:
Membeli saham hanya berdasarkan Bid/Offer sama saja dengan memilih caleg hanya berdasarkan baliho atau poster.

Hah?

Mari kita bahas.

Di pos "Istilah 'Bid' dan 'Offer' Ketika Bermain Saham" saya mendefinisikan Bid dan Offer sebagai berikut:

Figure 1. Tampilan Bid/Offer Inco 17 April 2014 di HOTS Daewoo Securities

Bid = penawaran beli, minat beli, antri beli.
Offer = penawaran jual, minat jual, antri jual.

Nah, yang namanya minat beli tidak berarti pasti dapat; yang namanya minat jual tidak berarti pasti laku.

Hanya karena anda berminat menjadi pacar Taylor Swift tidak berarti anda akan menjadi pacar Taylor Swift. Minat anda akan terlaksana hanya kalau Taylor Swift bersedia menjadi pacar anda. 

Dengan kata lain, Bid (minat beli) anda akan terlaksana hanya kalau ada pihak lain yang menjual saham ke anda pada harga Bid tersebut; Offer (minat jual) anda akan terlaksana hanya kalau ada pihak lain yang membeli saham dari anda pada harga Offer tersebut.

Masalahnya, sebelum minat beli dan/atau minat jual anda terlaksana, banyak hal yang bisa terjadi dan bisa anda lakukan.

Salah satu hal penting yang bisa anda lakukansebelum order Bid/Offer terlaksanaadalah membatalkan (withdraw) atau merubah (amend) Bid/Offer tersebut secara sepihak.

Agar lebih jelas, mari kita lihat ilustrasi berikut:

Misalkan harga WTON saat ini adalah 800 dan anda memasang Bid 100 lot di 750. Memasang Bid ini ibaratnya anda berkata pada pasar, "Kalau WTON turun ke 750, gue mau beli 100 lot."

Beberapa saat kemudian saat WTON turun ke 755, anda berkata dalam hati, "Harga 750 kayaknya masih terlalu mahal. Gue turunin aja deh ke 730."

Karena order Bid anda belum terlaksana, anda boleh saja mencabut Bid di 750 dan memasukkan order baru Bid di 730. Ini ibaratnya anda berkata pada pasar, "Kalau WTON turun ke 730, baru deh gue beli."

Saat WTON turun ke 735, anda bergumam, "Kok WTON turun terus ya. Turunin Bid ke 700 aja ah."

Dan hal ini bisa anda lakukan berulang-ulang di bursa. Dan hal ini sah-sah saja.

(Kalau anda berbelanja di pasar dan terus-menerus menurunkan harga penawaran anda, siap-siap saja dibacok si penjual.

"Kaos ini 10.000 boleh gak, bang?"

"11.000 deh."

"Kalau 9.000 boleh gak, bang?"

"Hah?! Tadi nawar 10.000. Kok malah turun 9.000? Boleh deh 10.000"

"Kalau 8.000 boleh gak, bang?"

"Elo mau belanja atau main-main sih? Kalau gak minat, enyah aja deh!")

 
Dari ilustrasi di atas, anda bisa melihat bahwa Bid dan Offer adalah ibarat pepesan kosong, ibarat omdo (omong doang) di bursa saham. Dan di bursa saham, omdo ini bisa saja dipakai pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi pasar.

Artinya, bisa saja pihak-pihak tertentu (bandar) menempel Bid untuk membuat kesan seakan-akan saham tersebut banyak yang mau beli. Atau sebaliknya, bisa juga si bandar menempel Offer untuk membuat kesan seakan-akan saham tersebut banyak yang mau jual. Untuk lebih jelas, silahkan baca pos "Dampak Perubahan Satuan Lot dan Fraksi Harga Saham (Bagian 3).

Pemula yang melihat Bid berjumlah puluhan ribu lot mungkin saja berkesimpulan, "Wah, saham ini banyak yang mau beli. Sebelum ketinggalan, lebih baik saya beli sekarang juga." Masalahnya, bisa saja setelah anda beli, si bandar mencabut Bid dan saham melorot. Saat itu anda hanya bisa gigit jari menyadari sudah digombalin bandar.

Kebalikannya: pemula yang melihat Offer berjumlah puluhan ribu lot mungkin saja berkesimpulan, "Wah, saham ini banyak yang mau jual. Daripada saham saya tidak laku-laku, lebih baik saya jual sekarang juga." Masalahnya, bisa saja setelah anda jual, saham malah meroket.

Nah, sekarang anda sudah tahu bahwa Bid dan Offer bisa jadi hanyalah pepesan kosong. Pertanyaannya: Bagaimana cara yang benar menyikapi pepesan kosong ini?

Cara yang benar adalah untuk TIDAK membeli ataupun menjual saham hanya berdasarkan Bid dan Offer.

Anda memilih caleg tidak berdasarkan janji-janji surga di baliho dan poster. Anda seharusnya juga tidak membeli saham hanya berdasarkan Bid dan Offer.

"Tapi, bung Iyan," kata anda masih kurang puas, "masa sih posisi Bid/Offer tidak ada gunanya sama sekali untuk memilih saham?"

Oke, sebenarnya ada cara membaca Bid/Offer untuk menentukan apakah saham layak dibeli. Mau tahu? Silahkan lanjut baca ke pos "Cara Membeli Saham Berdasarkan Bid/Offer." [Belum terbit. Mohon berkunjung kembali.] 






Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini 2014 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Comments

Popular posts from this blog

Arti Istilah Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share, biasanya disingkat EPS, artinya adalah Laba (Bersih) Per Saham. Nah, mengapa anda perlu tahu Laba Per Saham ? Andaikan anda tahu bahwa Laba keseluruhan P.T. Ciputra Development (CTRA), misalnya, Rp 200 milyar, tidakkah informasi tersebut sudah cukup? Tidak. Tidak cukup. Untuk memahami mengapa tidak cukup hanya mengetahui Laba Total perusahaan, mari kita lihat ilustrasi berikut: Ketika sedang mengendari motor menuju rumah, Roseta melihat sebuah truk penuh durian sedang berhenti di pinggir jalan. Harum sekali aromanya. Sebagai seorang pecinta berat durian, Roseta tidak henti-hentinya menghirup dalam-dalam semerbak buah berduri tersebut. Ia meminggirkan motornya dan menyapa si bapak pengemudi truk yang sedang duduk santai mengisap rokok. "Pak, duriannya dijual gak?" tanya Roseta. "Iya, neng. Dijual." jawab si bapak. "Satu harganya berapa, Pak?" tanya Roseta lebih lanjut. "Satu truk penuh, saya mau jual Rp 5 juta," jawab si

Cara Menghitung Harga Teoritis Ex Saham Bonus

Di pos "Mengapa 'Saham Bonus' Bukan Bonus" saya menyatakan bahwa setelah Ex Saham Bonus, harga saham harus diSESUAIkan � karena jumlah saham bertambah dengan adanya saham bonus � agar NILAI RUPIAH saham tersebut tetap sama sebelum dan sesudah Ex Saham Bonus. Nah, di pos ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung harga saham yang telah disesuaikan ini. Dengan kata lain, kita akan mempelajari cara menghitung harga Close teoritis setelah Ex Saham Bonus. Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat contoh kasus saham bonus PT. Indospring (INDS) berikut: Nama saham: INDS   Rasio Saham Bonus: 4 saham lama mendapat 1 saham baru   Cum Saham Bonus: 02 Juli 2014 Ex Saham Bonus: 03 Juli 2014 Harga Close INDS pada Cum Saham Bonus: Rp 2.905.   Pertanyaannya: berapakah harga teoritis Close INDS saat Ex Saham Bonus?  Untuk menghitung harga teoritis Ex Saham Bonus, hal pertama yang harus anda perhatikan adalah RASIO saham lama dan saham baru. Pada kasus INDS, rasio saham la

Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4." (Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1." ) Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open: Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) Open Di Prv Price (Open = Prv Price) Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price) Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.   Mari kita teliti satu per satu. 1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)   Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.   a.  Close > Open (> Prv Price)   Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. Pad