Skip to main content

Harga Saham Naik. Beli, Jual, atau Bengong? Tanggapan

Sebelum membaca pos ini, silahkan baca dulu pos "Harga Saham Naik. Beli, Jual, atau Bengong?" dan komentar/pilihan pembaca.

Di pos "Saham Naik. Beli, Jual, atau Bengong?" saya mengajak anda untuk memikirkan langkah apa yang akan anda lakukan kalau saham AAPLyang selama 6 bulan terakhir bergerak di kisaran harga Rp 950 sampai dengan Rp 1.050�tiba-tiba hari ini naik ke harga Rp 1.100 dengan volume transaksi 10x rata-rata.

Dan ada 2 skenario yang saya berikan: anda BELUM PUNYA saham AAPL dan anda SUDAH PUNYA saham AAPL.

[Terima kasih kepada semua yang sudah meninggalkan komentar/pilihan. Pilihan yang disertai penjelasan mengapa anda memilih yang anda pilih akan saya komentari satu-per-satu setelah pos ini dipublikasikan.]

Setelah membaca pos tersebut dan memilih, sangat mungkin anda ingin tahu pilihan mana yang lebih baik untuk masing-masing skenario tersebut.

Tapi tujuan utama saya menulis pos tersebut BUKAN untuk membahas pilihan mana yang lebih baik.

Lho?

Tujuan utama saya adalah untuk membuka mata anda bahwa, saat bermain saham, pilihan anda (sangat) DIPENGARUHI kondisi apakah anda BELUM/TIDAK PUNYA atau SUDAH PUNYA suatu saham.

Kok gitu?

Mari kita bahas. 

Coba anda perhatikan kondisi dasar skenario AAPL di atas : saham AAPLyang selama 6 bulan terakhir bergerak di kisaran harga Rp 950 sampai dengan Rp 1.050�tiba-tiba hari ini naik ke harga Rp 1.100 dengan volume transaksi 10x rata-rata. Skenario I: anda BELUM PUNYA saham AAPL. Skenario II: anda SUDAH PUNYA saham AAPL.

Perhatikan juga bahwa yang harus anda analisa adalah pernyataan "saham AAPLyang selama 6 bulan terakhir bergerak di kisaran harga Rp 950 sampai dengan Rp 1.050�tiba-tiba hari ini naik ke harga Rp 1.100 dengan volume transaksi 10x rata-rata." Apakah menurut analisa anda kondisi ini Bullish, Bearish, atau tidak jelas?

[Kalau anda belum tahu arti Bullish dan Bearish, silahkan baca pos "Arti 'Bullish' dan 'Bearish' di Bursa Saham."] 

Kalau menurut anda kondisi saham AAPL Bullish, sebaiknya anda punya saham tersebut.

Kalau menurut anda kondisi saham AAPL Bearish, sebaiknya anda tidak punya saham tersebut.

Kalau menurut anda kondisi saham AAPL tidak jelas, sebaiknya anda juga tidak punya saham tersebut.

Perhatikan juga bahwa yang membedakan Skenario I dan Skenario II hanya kondisi apakah anda BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA saham AAPL. Kondisi dasar kedua skenario itu sama.

Nah, kalau kondisi dasarnya sama, bukankah seharusnya kesimpulan anda juga sama, tanpa dipengaruhi kondisi apakah anda BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA saham tersebut?

Artinya, kalau menurut analisa anda kondisi AAPL  Bullish pada skenario BELUM PUNYA saham, seharusnya  pada skenario SUDAH PUNYA saham analisa anda juga sama: AAPL Bullish. Kalau kondisi Bullish, seharusnya anda beli saham tersebut kalau BELUM PUNYA. Kalau SUDAH PUNYAseandainya anda tidak membeli lagisetidak-tidaknya anda tidak menjual saham tersebut.

Dengan kata lain, kondisi apakah anda BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA saham seharusnya tidak mempengaruhi pilihan anda.

Kata kunci pada kalimat di atas adalah SEHARUSNYA. 

Tapi nyatanya, dari semua komentar/pilihan yang masuk, mayoritas penjawab memilih pilihan yang berbeda, tergantung apakah ia BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA saham AAPL. Contoh: BELUM PUNYA: beli langsung; SUDAH PUNYA: jual sebagian.

Memang, ada beberapa pembaca yang menjawab tanpa terpengaruh oleh apakah ia BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA saham AAPL. Jawaban mereka: BELUM PUNYA: beli langsung; SUDAH PUNYA: beli lagi. (Catatan: ini juga adalah pilihan saya.)

"Oh gitu ya," kata anda. "Apakah ini berarti pilihan yang sama tanpa terpengaruh BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA saham adalah tindakan yang lebih baik?"

Belum tentu. Setiap orang toh punya cara main saham dan profil resiko yang berbeda.

Lagipula, memilih dalam kondisi berandai-andai tidaklah sama dengan memilih dalam kondisi sesungguhnya.

Ketika berandai-andai, anda (juga saya) mungkin bisa dengan mudah memilih membeli lagi saham AAPL walaupun SUDAH PUNYA saham tersebut. Tapi kalau kejadian sesungguhnya adalah anda sudah punya saham tersebut senilai Rp 1 milyar (dengan harga beli rata-rata Rp 1.200) dan saham tersebut sudah anda pegang (alias nyangkut) lebih dari 6 bulan*, kemungkinan besar anda TIDAK AKAN  membeli lagi saham AAPL. Walaupun secara teknikal saham tersebut memberi sinyal akan naik. Walaupun secara logika pilihan tersebut adalah yang lebih logis. 

[* Catatan: pada contoh ini, dimisalkan anda adalah swing trader yang biasanya memegang saham tidak lebih dari 4 minggu dan dimisalkan juga total modal main saham anda Rp 2 milyar.]

Apa artinya?

Artinya anda HARUS tahu dan sadar bahwa BELUM/TIDAK PUNYA atau SUDAH PUNYA posisi akan MEMPENGARUHI pemikiran dan pilihan anda.

Saat anda TIDAK PUNYA posisi, anda bisa melihat fakta, kondisi, dan situasi dengan pikiran lebih jernih dibandingkan saat anda SUDAH PUNYA posisi. Saat anda SUDAH PUNYA posisiterlepas apakah posisi tersebut untung ataupun rugi�pemikiran dan pilihan anda akan dipengaruhi posisi tersebut.

Hal ini adalah salah satu alasan mengapa kala posisi anda rugi, tindakan terbaik adalah secepatnya CUT-LOSS.

Mengapa?

Karena dengan cut-loss dan menutup posisi yang rugi ini anda akan bisa melihat fakta, kondisi, dan situasi secara objektif.

Pesan moral dari pos ini: kondisi apakah anda TIDAK/BELUM PUNYA atau SUDAH PUNYA suatu saham SEHARUSNYA tidak mempengaruhi pemikiran dan pilihan anda. Tapi faktanya adalah kondisi TIDAK/BELUM PUNYA posisi atau SUDAH PUNYA posisi PASTI akan mempengaruhi pemikiran dan pilihan anda. Sadarilah hal ini pada saat anda memilih tindakan selanjutnya yang akan anda lakukan.






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini 2016 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]  

Comments

Popular posts from this blog

Arti Istilah Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share, biasanya disingkat EPS, artinya adalah Laba (Bersih) Per Saham. Nah, mengapa anda perlu tahu Laba Per Saham ? Andaikan anda tahu bahwa Laba keseluruhan P.T. Ciputra Development (CTRA), misalnya, Rp 200 milyar, tidakkah informasi tersebut sudah cukup? Tidak. Tidak cukup. Untuk memahami mengapa tidak cukup hanya mengetahui Laba Total perusahaan, mari kita lihat ilustrasi berikut: Ketika sedang mengendari motor menuju rumah, Roseta melihat sebuah truk penuh durian sedang berhenti di pinggir jalan. Harum sekali aromanya. Sebagai seorang pecinta berat durian, Roseta tidak henti-hentinya menghirup dalam-dalam semerbak buah berduri tersebut. Ia meminggirkan motornya dan menyapa si bapak pengemudi truk yang sedang duduk santai mengisap rokok. "Pak, duriannya dijual gak?" tanya Roseta. "Iya, neng. Dijual." jawab si bapak. "Satu harganya berapa, Pak?" tanya Roseta lebih lanjut. "Satu truk penuh, saya mau jual Rp 5 juta," jawab si

Cara Menghitung Harga Teoritis Ex Saham Bonus

Di pos "Mengapa 'Saham Bonus' Bukan Bonus" saya menyatakan bahwa setelah Ex Saham Bonus, harga saham harus diSESUAIkan � karena jumlah saham bertambah dengan adanya saham bonus � agar NILAI RUPIAH saham tersebut tetap sama sebelum dan sesudah Ex Saham Bonus. Nah, di pos ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung harga saham yang telah disesuaikan ini. Dengan kata lain, kita akan mempelajari cara menghitung harga Close teoritis setelah Ex Saham Bonus. Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat contoh kasus saham bonus PT. Indospring (INDS) berikut: Nama saham: INDS   Rasio Saham Bonus: 4 saham lama mendapat 1 saham baru   Cum Saham Bonus: 02 Juli 2014 Ex Saham Bonus: 03 Juli 2014 Harga Close INDS pada Cum Saham Bonus: Rp 2.905.   Pertanyaannya: berapakah harga teoritis Close INDS saat Ex Saham Bonus?  Untuk menghitung harga teoritis Ex Saham Bonus, hal pertama yang harus anda perhatikan adalah RASIO saham lama dan saham baru. Pada kasus INDS, rasio saham la

Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4." (Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1." ) Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open: Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) Open Di Prv Price (Open = Prv Price) Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price) Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.   Mari kita teliti satu per satu. 1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)   Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.   a.  Close > Open (> Prv Price)   Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. Pad