Skip to main content

Belajar Analisa Teknikal atau Analisa Fundamental?

Di pos "Belajar Apa Dulu: Analisa Fundamental atau Analisa Teknikal?" saya menganjurkan anda untuk mempelajari "kulit" kedua analisa tersebut lalu menentukan sendiri mana yang lebih cocok dengan karakter dan kemauan anda.

Tapi misalkan anda sudah mencoba Analisa Fundamental dan Analisa Teknikal tapi tetap masih bingung mau mendalami yang mana. Sebaiknya pilih yang mana: Analisa Teknikal atau Analisa Fundamental?

Figure 1. Pilih Belajar Analisa Fundamental atau Teknikal?

Saran saya: pilih belajar mendalam Analisa Teknikal.

Mengapa?

Pertanyaan tersebut akan terjawab kalau anda tahu apa sebabnya saya sepenuhnya meninggalkan Analisa Fundamental dan beralih ke Analisa Teknikal.

Mari saya ceritakan.

---###$$$###---

Di halaman "About" tertulis bahwa saya mulai serius main saham pada tahun 1997 sebagai investor jangka menengah yang mementingkan Analisa Fundamental. Karena gagal total, saya beralih menjadi pedagang saham purna-waktu (full-time trader) sejak tahun 2003 dan lebih mementingkan Analisa Teknikal.

Perlu saya tekankan di sini bahwa�menurut saya�pada tahun 1997 kemampuan Analisa Fundamental saya sudah di atas rata-rata pemain saham pada umumnya. Artinya, saya sudah tahu cukup banyak tentang Analisa Fundamental. Tapi toh tetap saja saya rugi. Besar.

Saat itu saya menyimpulkan bahwa kerugian yang saya derita dari mencoba Analisa Fundamental (kemungkinan besar) BUKAN karena analisanya yang salah. Tapi karena faktor-faktor lain seperti kondisi ekonomi makro (tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter), karakter saya, dan lain-lain.

Karena bosan merugi terus, saya mulai mencoba Analisa Teknikal.

Nah, ketika saya mulai belajar Analisa Teknikal pada tahun 2000an awal, kemampuan Analisa Teknikal saya (relatif) sangat minim. Tapi anehnya kerugian saya saat itu justru jauh lebih kecil dibandingkan ketika saya main saham memakai Analisa Fundamental yang sudah saya dalami bertahun-tahun.

Tahu banyak Analisa Fundamental, rugi besar. Tahu sedikit Analisa Teknikal, rugi kecil.

Kalau anda adalah saya pada saat itu, anda pilih mana: terus memperdalam belajar Analisa Fundamental (dan terus rugi entah sampai kapan) atau mulai mendalami Analisa Teknikal (dengan harapan rugi kecil segera berubah menjadi untung)?

Itulah alasan pertama mengapa saya beralih dari Analisa Fundamental ke Analisa Teknikal.

Nah, dari pengalaman di atas saya menyimpulkan bahwa mendalami Analisa Teknikal (relatif) lebih menguntungkan daripada Analisa Fundamental.
 
Dan itulah alasannya mengapa saya menyarankan anda (yang bingung memilih antara Analisa Fundamental dan Analisa Teknikal) untuk memilih Analisa Teknikal: Analisa Teknikal lebih cepat memberi hasil (untung) dibandingkan Analisa Fundamental.

Kalau anda masih ragu, saya tambahkan beberapa lagi keunggulan Analisa Teknikal:
  1. Analisa Teknikal lebih mudah dipelajari dibandingkan Analisa Fundamental.
  2. Analisa Teknikal bisa untuk trading jangka pendek, investasi jangka menengah, investasi jangka panjang sedangkan Analisa Fundamental hanya untuk investasi jangka panjang.
  3. Menggunakan Analisa Teknikal anda bisa memutuskan dalam hitungan menit untuk buy, sell, or hold suatu saham. Menggunakan Analisa Fundamental anda harus menghabiskan waktu berpuluh-puluh jam menelusuri laporan keuangan, rekomendasi broker, company report, dan lain-lain.

Masih banyak alasan lain mengapa Analisa Teknikal�menurut saya� lebih unggul daripada Analisa Fundamental. Silahkan lanjut baca ke pos "Keunggulan Analisa Teknikal vs. Analisa Fundamental." [Belum terbit. Mohon berkunjung kembali.]





Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini 2017 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Comments

Popular posts from this blog

Arti Istilah Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share, biasanya disingkat EPS, artinya adalah Laba (Bersih) Per Saham. Nah, mengapa anda perlu tahu Laba Per Saham ? Andaikan anda tahu bahwa Laba keseluruhan P.T. Ciputra Development (CTRA), misalnya, Rp 200 milyar, tidakkah informasi tersebut sudah cukup? Tidak. Tidak cukup. Untuk memahami mengapa tidak cukup hanya mengetahui Laba Total perusahaan, mari kita lihat ilustrasi berikut: Ketika sedang mengendari motor menuju rumah, Roseta melihat sebuah truk penuh durian sedang berhenti di pinggir jalan. Harum sekali aromanya. Sebagai seorang pecinta berat durian, Roseta tidak henti-hentinya menghirup dalam-dalam semerbak buah berduri tersebut. Ia meminggirkan motornya dan menyapa si bapak pengemudi truk yang sedang duduk santai mengisap rokok. "Pak, duriannya dijual gak?" tanya Roseta. "Iya, neng. Dijual." jawab si bapak. "Satu harganya berapa, Pak?" tanya Roseta lebih lanjut. "Satu truk penuh, saya mau jual Rp 5 juta," jawab si

Cara Menghitung Harga Teoritis Ex Saham Bonus

Di pos "Mengapa 'Saham Bonus' Bukan Bonus" saya menyatakan bahwa setelah Ex Saham Bonus, harga saham harus diSESUAIkan � karena jumlah saham bertambah dengan adanya saham bonus � agar NILAI RUPIAH saham tersebut tetap sama sebelum dan sesudah Ex Saham Bonus. Nah, di pos ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung harga saham yang telah disesuaikan ini. Dengan kata lain, kita akan mempelajari cara menghitung harga Close teoritis setelah Ex Saham Bonus. Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat contoh kasus saham bonus PT. Indospring (INDS) berikut: Nama saham: INDS   Rasio Saham Bonus: 4 saham lama mendapat 1 saham baru   Cum Saham Bonus: 02 Juli 2014 Ex Saham Bonus: 03 Juli 2014 Harga Close INDS pada Cum Saham Bonus: Rp 2.905.   Pertanyaannya: berapakah harga teoritis Close INDS saat Ex Saham Bonus?  Untuk menghitung harga teoritis Ex Saham Bonus, hal pertama yang harus anda perhatikan adalah RASIO saham lama dan saham baru. Pada kasus INDS, rasio saham la

Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4." (Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1." ) Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open: Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) Open Di Prv Price (Open = Prv Price) Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price) Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.   Mari kita teliti satu per satu. 1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)   Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.   a.  Close > Open (> Prv Price)   Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. Pad